Kamis, 06 Maret 2014

SEJARAH BAGAN SIAPI-API

BAB I
PENDAHULUAN


A.     LATARBELAKANG

Bagansiapiapi kota nelayan yang dibangun di atas air dan rawa yang pernah dikenal sebagai penghasil ikan terbesar di Indonesia. Kabupaten ini terletak di di pesisir paling utara Rokan Hilir tepatnya di muara Sungai Rokan. Pencapaian Bagansiapiapi dapat ditempuh melalui jalur laut maupun darat. Berpenduduk mayoritas orang Cina, Bagansiapiapi dahulu merupakan pelabuhan nelayan yang cukup besar. Keberadaannya sebagai penghasil ikan setidaknya dikenal telah dimulai sejak akhir abad ke-19, saat telah cukup banyak pendatang dari Tiongkok bekerja di daerah ini. Perairan potensial di sana memungkinkan dijadikannya perikanan sebagai sektor yang diunggulkan.

Bagansiapiapi Bukan saja sebagai penghasil Ikan tapi sebagai pemasok perahu penangkap ikan yang cukup besar, nama Bagansiapiapipun telah dikenal sejak dahulu. Sebagian warga masih dapat menyebutkan bahwa perahu penangkap ikan buatan Bagansiapiapi mampu menembus pasar Asia Tenggara, sehingga tidak mengherankan bila dahulu banyak dijumpai di perairan Malaysia, Singapura,Thailand, bahkan perairan Vietnam. Namun berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya, saat ini kondisi industri perahu penangkap ikan Bagansiapiapi mengalami kemacetan. Sarana penangkapan ikan di laut menjadi amat berkurang. Kita dapat mengatakan bahwa sebuah ciri kemaritiman daerah ini tidak lagi menonjol.
Ada sesuatu yang masih menandai Bagansiapiapi sebagai salah satu pusat perikanan yang besar adalah ritual yang diselenggarakan masyarakat Tionghoa di sana. Ritual dimaksud adalah Bakar Tongkang atau Go Caplak, yang diselenggarakan setiap penanggalan Imlek bulan kelima (Go) tanggal ke-16 (Caplak) setiap tahunnya. Ini berkenaan dengan ungkapan syukur masyarakat atas hasil yang diperoleh dalam pengelolaan perairan. Ritual tersebut diikuti ribuan orang, penduduk lokal maupun pendatang dalam dan luar negeri, sehingga tidak mengherankan bila pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir saat ini gencar mempromosikan potensi wisata tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN


1.      SEJARAH

Menelusuri sejarah kota Bagansiapiapi erat kaitannya dan tidak terlepas dari sejarah Rokan Hilir.
Di daerah Rokan Hilir terdapat tiga wilayah kenegerian yaitu negeri Kubu, Bangko dan Tanah Putih yang masing-masing dipimpin seorang Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak. Berkenaan dengan sistem administrasi pemerintah Hindia Belanda, distrik pertama yang didirikan di sana adalah Tanah Putih pada tahun 1890.
Berdasarkan Staatsblad 1894 No.94, onderafdeeling Bagansiapiapi dengan ibukota Bagansiapiapi, termasuk dalam afdeeling Bengkalis, Residentie Ooskust van Sumatra terdiri dari tiga subdistrik yakni Bangko, Kubu, dan Tanah Putih. Setelah Bagansiapiapi yang dipercaya dibuka oleh pemukim-pemukim Tionghoa berkembang pesat, pemerintah Hindia Belanda memindahkan pusat pemerintahan (kantor Controleur) ke kota ini dari Tanah Putih pada tahun 1900. Bagansiapiapi semakin berkembang setelah pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan modern dan terlengkap untuk mengimbangi pelabuhan lainnya di Selat Malaka hingga Perang Dunia I usai.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, wilayah kewedanaan Bagansiapiapi yang meliputi Kubu, Bangko dan Tanah Putih, digabungkan ke dalam Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Selanjutnya bekas wilayah Kewedanaan Bagansiapiapi, yang terdiri dari Kecamatan Tanah Putih, Kecamatan Kubu dan Kecamatan Bangko ditambah Kecamatan Rimba Melintang dan Kecamatan Bagan Sinembah kemudian pada tanggal 4 Oktober 1999 ditetapkan sebagai sebuah kabupaten baru di Provinsi Riau sesuai dengan UU RI Nomor 53 tahun 1999 dengan ibukota Ujung Tanjung, sedangkan Bagansiapiapi ditetapkan sebagai ibu kota sementara.
Namun karena kondisi infrastruktur di Ujung Tanjung yang masih merupakan sebuah desa di Kecamatan Tanah Putih belum memungkinkan untuk dijadikan sebagai sebuah ibu kota kabupaten, maka akhirnya Bagansiapiapi, dengan infrastruktur kota yang jauh lebih baik, pada tanggal 24 Juni 2008 resmi ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir yang sah setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui 12 Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Kabupaten/Kota dan RUU atas perubahan ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999 disahkan sebagaiUndang-Undang dalam Rapat Paripurna.

1.1  Asal Usul Nama Bagan siapi-api

         Menurut cerita masyarakat Bagansiapiapi secara turun temurun, nama Bagansiapiapi erat kaitannya dengan cerita awal kedatangan orang Tionghoa ke kota itu. Disebutkan bahwa orang Tionghoa yang pertama sekali datang ke Bagansiapiapi berasal dari daerah Songkhla di Thailand. Mereka sebenarnya adalah perantau-perantau Tionghoa yang berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) diXiamen, wilayah Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan. Konflik yang terjadi antara orang-orang Tionghoa dengan penduduk Songkhla, Thailand kelak menjadi penyebab terdamparnya mereka di Bagansiapiapi.
Dalam cerita dimaksud disebutkan bahwa pelarian tersebut dilakukan dengan menggunakan tiga perahu kayu (tongkang). Kejadian-kejadian selama dalam perjalanan menyebabkan hanya satu tongkang yang selamat sampai di darat. Itu adalah tongkang yang dipimpin oleh Ang Mie Kui bersama 17 orang penumpang lainnya. Tongkang yang selamat ini kebetulan membawa serta patungDewa Tai Sun Ong Ya yang diletakkan di bagian haluan dan patung Dewa Kie Ong Ya yang ditempatkan dalam magun/rumah tongkang.
Menurut keyakinan mereka, patung-patung ini akan memberi keselamatan selama pelayaran itu. Petunjuk akhirnya diberikan oleh sang Dewa, setelah mereka melihat cahaya api yang berkerlap-kerlip sebagai tanda adanya daratan. Cahaya api itu ternyata berasal dari kunang-kunang (si api-api) yang bertebaran di antara hutan bakau yang tumbuh subur di tepi pantai. Di daerah tidak bertuan inilah mereka mendarat dan membangun tempat pemukiman baru yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi. Adapun kata bagan sendiri mengandung makna sebagai tempat, daerah, atau alat penangkap ikan.
Versi lain mengenai asal usul nama Bagansiapiapi adalah kata Bagan yang berasal dari nama alat atau tempat menangkap ikan (yakni bagan, bagang, atau jermal), sementara api berasal dari nama pohon api-api yang banyak tumbuh di daerah pantai.

            1.2  Kota Nelayan Dan Galangan Kapal
Dulu kota ini terkenal sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga dijuluki sebagai kota ikan. Menurut beberapa sumber, di antaranya surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia.
Dalam perkembangannya, industri perikanan telah menjadikan Bagansiapiapi sebuah kota modern. Pada tahun 1934, Bagansiapiapi sudah memiliki fasilitas pengolahan air minum, pembangkit tenaga listrik dan unit pemadam kebakaran. Karena kemajuan yang dicapai kota ini dibandingkan daerah-daerah lain di afdeeling Bengkalis, Bagansiapiapi disebut Ville Lumiere (Kota Cahaya).
Berton-ton ikan, mulai dari ikan basah segar, ikan atau udang kering, ikan asin atau terasi, diekspor dari kota ini ke berbagai tempat. Dalam satu tahun, hasil tangkapan ikannya bisa mencapai 150.000 ton. Ekspor hasil laut berkembang menjadi salah satu pilar ekonomi rakyat. Bagansiapiapi menduduki papan atas daerah-daerah penghasil ikan terbesar di dunia.
Pada tahun 1980-an, buku-buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah-sekolah dasar masih mencantumkan bahwa salah satu daerah penghasil ikan terbesar dan teramai di Indonesia adalah Bagansiapiapi, yang pada saat itu masih masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bengkalis.
Akan tetapi julukan Bagansiapiapi sebagai kota ikan lama kelamaan memudar. Bila sebelumnya faktor alam yang menjadikannya demikian dikenal sebagai penghasil ikan, kelak diketahui bahwa faktor alam pula yang menyebabkan pemudarannya secara berangsur-angsur karena pesisir sekitar Bagansiapiapi mengalami pendangkalan dan sempit oleh endapan lumpur yang dibawa air Sungai Rokan.
Menurut data dari Dinas Perikanan Kabupaten Rokan Hilir, pada tahun 2000-2003, produktivitas ikan tangkap laut berkisar pada angka 70.000 ton per tahun. Namun, pada tahun 2004 tinggal 32.989 ton. Jumlah nelayan turun dari sekitar 100 menjadi 40-an saja.
Bagansiapiapi juga terkenal sebagai galangan kapal tradisional terbesar di Indonesia sebelum kemerdekaan. Perahu buatan Bagansiapiapi mampu menembus berbagai jenis karakteristik lautan sehingga digunakan juga di Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku. Di luar negeri, karyanya diminati nelayan-nelayan Srilanka, India, bahkan Amerika.
Perahu produk Bagansiapiapi memenuhi permintaan dari yang terkecil sekitar tiga-empat ton sampai 300 ton. Galangan kapal menjamur di era tahun 1940-an hingga pertengahan tahun 1980-an. Di masa jayanya, nama kota Bagansiapiapi lebih terkenal daripada Pekanbaru maupun Provinsi Riau.
Tapi kini usaha tersebut sudah mati suri karena keterbatasan bahan baku kayu dan sederetan Undang-Undang Tentang Kehutanan. Dalam UU itu disebutkan bahwa pemerintah pusat memiliki kuasa penuh dalam menentukan pembagian kawasan hutan. Dampaknya, para pencari kayu yang selama ini didominasi penduduk lokal, tidak lagi bisa menebang kayu untuk menjualnya ke pengusaha galangan kapal.


            1.3  Komunitas Tionghoa
Bagansiapiapi memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Terdapat beberapa versi sejarah kedatangan pertama orang Tionghoa di Bagansiapiapi.
Menurut P.N. van Kampen, orang Tionghoa sudah ada di Bagansiapiapi sejak tahun 1860. Versi lain mengenai kedatangan awal orang Tionghoa ke Bagansiapiapi adalah pada tahun 1875 saat sejumlah bajak laut tiba di Bagansiapiapi dari Songkhla, Thailand yang dipimpin Si Bajak Laut Tua Kakek Wang. Karena kekayaan ikan yang berlimpah di daerah ini, mereka memutuskan untuk menetap dan menjadi nelayan.
Menurut sumber lain yang layak dipercaya menyebutkan bahwa jauh pada masa Kaisar Tongzhi (1862-1874), yaitu pada zaman Dinasti Qing, Hong Shifan dan 10 kawannya dari Distrik Tong'an , Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan, datang ke kota itu dan mengembangkan usaha perikanan di sana. Menurut hasil cacah jiwa pada 1930, dari 9.811 orang Tionghoa yang bekerja di sektor perikanan di seluruh Hindia Belanda, 54,7 % berada di Sumatera Timur (terutama di Bagansiapiapi). Menurut statistik lainnya tahun 1928, sebagian terbesar dari 400 lebih usaha penangkaran ikan di pelabuhan itu milik orang Tionghoa.
Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi sebagian besar merupakan suku Hokkian, di mana leluhurnya sebagian besar berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, Tiongkok Selatan. Komunitas Tionghoa lainnya di Bagansiapiapi dengan jumlah cukup signifikan adalah berasal dari suku Tiociu, sedangkan dari suku Khek (Hakka), Hailam (Hainan) dan Konghu dapat dijumpai dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.
Eksistensi komunitas Tionghoa yang kuat di Bagansiapiapi dapat dilihat dari banyaknya kelenteng yang berdiri. Di samping itu, terdapat berbagai perkumpulan marga Tionghoa, lengkap dengan kelentengnya masing-masing, di mana dari perkumpulan-perkumpulan marga inilah kebudayaan Tionghoa tetap terpelihara di Bagansiapiapi meskipun dibatasi pada masa rezim Orde Baru.
Perkumpulan-perkumpulan marga tersebut di antaranya adalah Perkumpulan Marga Ang Liok Kui Tong/Yayasan Sosial Marga Sad Eka, Perkumpulan Marga Ng Kang Ha Tong/Yayasan Samvara Dharma Wijaya, Perkumpulan Marga Tan Ying Chuan Tong , Perkumpulan Marga Lim Kiu Ling Tong , Perkumpulan Marga Coa Cei Yong Tong, Perkumpulan Marga Gui, Perkumpulan Marga Kho/Yayasan Panca Bina Dharma Citra, Perkumpulan Marga Li, Perkumpulan Marga Yeo, Perkumpulan Suku Tiociu Han Kang/Yayasan Mulia Dharma Abadi, dan sebagainya.


2.      BUDAYA

2.1  Perayaan Tahun Baru Imlek

Perayaan Tahun Baru Imlek (Sincia) di Bagansiapiapi sangat meriah, terutama pada malam pergantian tahun baru. Tahun Baru Imlek juga merupakan tradisi pulang kampung bagi orang Tionghoa yang merantau ke luar daerah untuk berkumpul kembali bersama keluarga. Perayaan Imlek di Bagansiapiapi berlangsung 15 hari sampai malam Cap Go Meh. Selama perayaan Tahun Baru Imlek, lampion beraneka bentuk dan ukuran menghiasi rumah-rumah penduduk, perkantoran, kelenteng dan vihara, bahkan di sepanjang jalan-jalan besar di pusat kota sehingga kota Bagansiapiapi seakan bermandikan cahaya lampion di malam hari. Hari ke-9 Imlek (Cue Kao) yang merupakan perayaan hari kelahiran Dewa Langit (Thi Kong) juga berlangsung sangat meriah di Bagansiapiapi.
Salah satu keunikan perayaan Tahun Baru Imlek di Bagansiapiapi adalah hadirnya aksesoris patung berbentuk hewan dari shio tahun tersebut yang dipajang di Jalan Perdagangan. Patung tersebut terutama terbuat dari material seperti kertas, bambu, kawat, kain, wol dan sebagainya. Kegiatan seperti ini baru dimulai pada perayaan Tahun Baru Imlek 2554/2003 M Shio Kambing.
Di samping itu, di Kelenteng Guan Gong  yang terletak di Jalan Perniagaan, terdapat lampion berukuran raksasa berbentuk hewan shio dan karya klasik Tiongkok lainnya.
Pada malam Cap Go Meh akan berlangsung Pawai Lampion dengan lampion-lampion yang unik dari berbagai kelenteng yang ada di Bagansiapiapi. Pawai Lampion ini sekaligus merupakan Lomba Lampion yang akan memilih lampion terindah, terunik dan terbagus.
 

2.2  Ritual Bakar Tongkang

Dari sektor pariwisata, iven Ritual Bakar Tongkang telah menjadi ikon dan andalan pariwisata Kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Riau yang mampu menyedot puluhan ribuan wisatawan dalam dan luar negeri setiap tahun.
Ritual Bakar Tongkang bertujuan untuk mengenang para leluhur orang Tionghoa dalam menemukan Bagansiapiapi dan sebagai wujud syukur kepada Dewa Kie Ong Ya. Ritual Bakar Tongkang diadakan setiap tanggal 16 bulan kelima penanggalan Lunar (Imlek) setiap tahunnya, yang dalam bahasa Hokkian disebut "Go Cap Lak".


3.      PENINGGALAN SEJARAH DI BAGANSIAPIAPI
            3.1  Rumah Kapiten
Rumah Kapiten Tua adalah bekas peninggalan Belanda. Namanya Kapiten Lo Chin Po. Ia terbunuh pada saat peristiwa bendera di Bsgansiapiapi tahun 1946. Kapiten adalah “kepala suku” masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi. Saat ini rumah tersebut ditempati oleh pewaris kapiten.

            3.2  Tugu Proklamasi
        Tugu Proklamasi ini didirikan untuk mengenang tibanya informasi tentang kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Bagansiapiapi pada tanggal 23 Agustus 1945. Kabar tentang proklamasi tersebut terlambat sampai ke Bagansiapiapi. Berita tersebut didapat dari Kantor Pos Bagansiapiapi. Proklamasi RI diumumkan 17 Agustus 1945.

            3.3  Tugu Perjanjian
Di balik keberadaan tugu di persimpangan Jalan Kelenteng ini, tersimpan kisah yang sangat unik. Konon sekitar tahun 1929 silam, penduduk kota Bagansiapiapi dilanda suatu musibah, sehingga disarankan seorang pemuka agama perlu dibangun tugu guna menangkal musibahtersebut supaya tidak terjadi lagi, maka dibangunlah empat buah tugu yang ditempatkan di empat penjuru kota Bagansiapiapi, yang dapat dilihat hingga saat ini. Ada juga yang menyebutkan tugu ini sebagai tugu perjanjian antara manusia dan setan. 

            3.4  Museum Tionghoa
Museum ini menyimpan  benda benda antik dan juga benda unik buatan tangan dari kaum ethnis tionghoa di Bagansiapiapi. Museum Tionghoa ini berlokasi di Batu 6 Bagansiapiapi.

            3.5  Musium Muslim Bagansiapiapi
Museum Muslim ini menyimpan benda-benda keagamaan Islam dan juga benda benda benda antik dan juga benda unik buatan tangan dari umat islam di Bagansiapiapi. Museum Muslim ini berlokasi di Batu 6 Bagansiapiapi

            3.6  Museum Ikan bagansiapiapi
Bagansiapiapi adalah sebuah kota nelayan yang pada tahun 1980-an pernah tercatat sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar dan teramai di Indonesia. Selain itu, daerah ini juga pada suatu masa dulu adalah pelabuhan dengan produksi ikan kedua terbanyak di dunia setelah Nowergia.  Karena terkenal akan kota Ikan dan Kota nelayan maka dibangun Museum Ikan Bagansiapiapi. Museum ikan   ini berlokasi di Batu 6 Bagansiapiapi.






BAB III
PENUTUP

Kasimpulan
Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi:  "orang Tang"). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: hanyu pinyin: hanren, "orang Han").
Kedatangan etnis Tionghoa ke Bagansiapiapi memberikan dampak positif terhadap perekonomian warga khusus di Bagansiapiapi dan dikenal sebagai daerah dengan sebutan Kota Ikan.
Antara suku Melayu dan suku Tionghoa saling memerlukan atau ada Simbiosis Mutualisme. Artinya ada hubungan pamrih antara masyarakat Melayu dan masyarakat Tionghoa dan masih terjalin hingga saat ini
Seiring berjalannya waktu maka jumlah warga Tionghoa terus bertambah hingga sekarang tak kurang ribuan orang yang tinggal di berbagai tempat di wilayah Kabupaten Rokan Hilir termasuk di Bagansiapiapi terus bertambah. Sebagian mereka datang datang dari Malaka. Salah satu bukti sejarah keberadaan awal etnis Tionghoa di Bagansiapiapi adalah keberadaan Klenteng tertua Ing Hok Kiong yang dibangun sejak tahun 1875.
BAKAR Tongkang diperkirakan sudah dilaksanakan sejak 1820 lalu. Bagi masyarakat Bagansiapiapi, saat ini berada di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, khususnya bagi masyarakat Tionghoa, Bakar Tongkang mempunyai nilai sejarah yang tak lekang dimakan waktu secara turun temurun. Terlepas asal usul pelaksanaan Bakar Tongkang, kisah pelarian 18 marga Ang dari Propinsi Fujian – China menjadi ikon Bagansiapiapi. Kata Bakar Tongkang identik dengan Bagansiapiapi. Hanya di Bagansiapiapi ritual Bakar Tongkang dapat disaksikan masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia.







DAFTAR PUSTAKA


Kabarohil (2013). Bagansiapiapi Kota sejarah, kota negeri seribu kubah  [online] tersesia: http://kabarrohil.blogspot.com/2012/03/bagansiapiapi-kota-sejarah-kota-negeri.html  [17 oktober 2013 21.34]


Wikipedia (2013).bagansiapiapi [online]

 

Terimalah Dengan Ikhlas  (2011).Bagansiapi api Riau [online]. Tersedia :

 http://terimalahdenganikhlas.blogspot.com/2011_07_01_archive.html [17 oktober 2013 19.44]

1 komentar:

  1. Casino Del Sol Casino - Drmcd
    The casino is located off the 천안 출장마사지 Fremont Street corner. A 정읍 출장샵 great place to explore the casino's newest gaming area. It has the 동두천 출장샵 newest 대전광역 출장마사지 slot machines, 속초 출장안마

    BalasHapus